Perjalanan Yatim Piatu
Menuju Hidup yang Penuh Harapan
"Umur 7 tahun, aku sudah jadi korban perebutan hak asuh. Umur 15 tahun, ayah meninggal. Umur 23 tahun, ibu menyusul. Aku yatim piatu sebelum lulus kuliah".
Kalimat itu selalu terngiang setiap kali aku mengenang perjalanan hidupku.
Nama lengkapku Uka Fahrurosid, tapi panggil saja Rosid. Ini ceritaku.
Hidup Damai Itu Tidak Selalu Hadir dari Awal
Kamu mungkin berpikir semua anak tumbuh dalam dekapan keluarga utuh dan hangat. Tapi, bagaimana kalau sejak kecil kamu harus berpindah-pindah rumah, jadi rebutan dua orang tua, dan akhirnya menjalani hidup sebagai yatim piatu?
Itulah awal kisah hidupku, Rosid, anak kampung kecil bernama Krakal, yang sejak usia dini sudah mencicipi getirnya hidup, kehilangan, dan kesepian. Tapi justru dari situlah, aku belajar arti keteguhan, syukur, dan cinta yang sesungguhnya.
Ketika Masa Kecil Tak Seindah Dongeng
Aku lahir dan besar di Krakal, Banten, sebuah kampung yang jauh dari hingar-bingar kota. Awalnya aku tinggal bersama ayah di kampung Ciranggon setelah orang tua aku bercerai. Kehidupan waktu itu memang cukup, tapi terasa kosong tanpa kasih ibu.
Kemudian berpindah lagi, tinggal sebentar dengan ibu di kampung Pangsoran, lalu kembali lagi ke ayah karena masalah perebutan hak asuh. Setiap kali pindah, aku juga harus berhenti sekolah. Pendidikan aku sempat terbengkalai karena konflik yang tidak pernah selesai.
Bayangkan, sebagai anak kecil, aku harus melihat ibu menangis dan ayah marah. Aku tidak tahu harus berpihak ke siapa. Aku hanya ingin bermain dan belajar seperti anak-anak lain.
Luka Itu Tak Hilang, Tapi Menguatkan
Kehidupan ini seperti mendidik aku lewat duka. Sejak kecil aku harus hidup berpindah-pindah, menyesuaikan diri, dan sering kehilangan momen berharga bersama orang tua.
Ketika aku mulai tenang di pesantren, belajar hidup mandiri dan jauh dari keluarga, ayah meninggal dunia di saat liburan aku pulang. Aku tak sempat melihat wajahnya untuk terakhir kalinya.
Tujuh tahun kemudian, ibu menyusul, setelah berjuang melawan kanker. Di semester lima kuliah, aku kembali harus menguatkan diri. Saat itu aku sadar, bahwa aku dan adik benar-benar sendiri di dunia ini.
Kami resmi menjadi yatim piatu.
Tapi Inilah yang Membentuk Aku Jadi “Rosid” Hari Ini
Semua rasa sakit itu tidak membuat aku menyerah. Justru di situlah aku menemukan siapa diriku.
Rosid, panggilan sederhana dari nama lengkapku, Uka Fahrurosid. Yang dalam interpretasi bebasku artinya: hamba yang cerdik dan pandai.
Aku meneruskan pendidikan di Pesantren Daar El Qolam, belajar disiplin, hidup sederhana, dan tetap berpikiran terbuka. Lalu berjuang menembus perguruan tinggi negeri setelah gagal di tahun pertama.
Dengan semangat baru dan restu dari ibu (sebelum beliau wafat), akhirnya aku diterima di UPI Bandung. Di sanalah aku membangun masa depan dengan bekal ketangguhan yang aku pelajari sejak kecil.
Kalau Aku Bisa Bangkit, Kamu Pasti Bisa!
Aku tidak menulis ini untuk menyedihkanmu.
Aku menulis ini untuk menunjukkan bahwa hidup yang keras tidak harus membuatmu keras kepala, tapi harus membuatmu kuat hati.
Kalau aku yang dari kampung terpencil, berpindah-pindah rumah, yatim piatu sejak kuliah, bisa terus kuliah, lulus, dan melanjutkan hidup… maka kamu juga pasti bisa bertahan dalam badai hidupmu sendiri.
Mungkin kamu sedang capek. Lelah karena hidup seolah menutup semua pintu. Tapi percayalah, pintu itu akan terbuka kalau kamu cukup sabar dan terus mengetuk.
Bangkit Bukan Pilihan, Tapi Jalan Menuju Tujuan Mulia
Kini aku bukan lagi Rosid si anak kecil yang bingung memilih antara ayah dan ibu.
Aku adalah Rosid yang berani hidup, berani berjuang untuk menang dan mulia.
Aku tetap pegang satu prinsip dalam hidup:
"Selagi masih bernafas, jangan pernah putus asa".
Kalau kamu pernah merasa hidup ini tidak adil, aku mengerti perasaan itu. Tapi hidup bukan soal keadilan, melainkan soal bagaimana kita meresponnya.
Bangkitlah. Karena masa depan tidak akan menunggumu jika kamu hanya duduk dan menangisi masa lalu.
Terinspirasi dari kisahku? Yuk, mulai tulis kisahmu juga.
Bukan untuk dikasihani, tapi untuk menginspirasi orang lain bahwa hidup memang keras, tapi kamu lebih keras lagi.
👉 Bagikan kisahmu di komentar atau media sosial. Tag aku, dan mari kita saling menyemangati.
"Mudah-mudahan segala amal kebaikan kedua orang tua kami diterima di sisi-Nya dan ditempatkan bersama orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Amiin..."
🚀 Sudah sampai di akhir? Yuk, lanjut baca versi terbarunya dari artikel ini: Kisah Sukses Dari Kampung ke Digital
10 Komentar
assalamualaikum....
BalasHapussalam kenal juga....
boleh2 tukeran link... :D
blognya oke banget. Apalagi orangnya masih muda. Lam kenal dan terimakasih sekali lagi atas kunjungannya tempo hari. Sukses selalu
BalasHapusSalam kenal! ^^
BalasHapusTukeran link dong!
salaut mas uka.smg sukses slalu
BalasHapusgood posting, nice job!
BalasHapusmaz q dah majang link mas di blog sy lam kenal ja....
BalasHapusSukses lah buah mas uka fahrurosid,
BalasHapus@youre : walaikumsalam, boleh saja, klo link blog ini dah terpasang..
BalasHapus@kiko : okey, nanti tak kunjungi..
@ayub : terima kasih atas masukkannya..
@asopusitemus : boleh, pasang dlu link ni d blog sobat, nanti sy pasang jga link sobat d blog ini.
@Investasi Dahsyat : terima kasih atas da'anya..
@smart business : Thanks..
@rischan : okey, saya liat2 dlu, klo sdh trpasang, nanti sy konfirmasi..
@rischan : sya baca2 dlu ya...
@Rancahbetah : terima kasih sob...
keren lah riwayat hidupnya like this banget
BalasHapusfollow back dong
selamat siang
BalasHapushttp://dinamikasolusiutama.com
http://Saco-indonesia.com